MEDIA SOSIAL
SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI DALAM BERDEMOKRASI
DAN HOAX ADALAH
TANTANGAN TERBESARNYA
Oleh Af’idatus Shofiyah
Semester VII
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Al-Fattah
Di Era Millenial seperti saat ini, kita diberikan kemudahan untuk
mengakses berbagai informasi melalui Internet di mana saja dan kapan saja.
Bahkan, tidak hanya orang dewasa saja, melainkan dari semua kalangan sudah
tidak asing lagi dengan dunia internet. Semua orang merasakan kemudahan yang diberikan
internet dalam segala macam situasi dan kondisi, dari mulai segala macam hal
yang positif sampai dengan yang negatif. Semua dapat diakses dengan mudahnya
oleh semua orang melalui internet. Salah satu kemudahan yang diberikan oleh
internet adalah mempermudah jalinan komunikasi antar individu melalui media
sosial.
Hal ini sesuai dengan pendapat Zarella dalam Aditya (2015: 51),
bahwa media sosial adalah situs yang menjadi tempat orang-orang berkomunikasi
dengan teman-teman mereka, yang mereka kenal di dunia nyata dan dunia maya. Itu
artinya melalui media sosial, seseorang dapat saling terhubung dengan setiap
orang yang tergabung dalam media sosial yang sama untuk berbagi informasi dan
berkomunikasi.
Dengan keadaan seperti ini, Tidak dapat dipungkiri bila saat ini
nilai-nilai dan norma-norma sosial mulai terkikis akibat banyak orang lebih
memilih bersosialisasi melalui media sosial. Media sosial tidak hanya digunakan
untuk berbagi momen-momen menyenangkan dan penting bagi penggunanya, tapi media
sosial juga menjadi media informasi bagi banyak kalangan. Hadirnya media sosial
dalam era sekarang ini telah melahirkan revolusi digital yang memengaruhi
kehidupan manusia. Revolusi digital itu telah mengubah perilaku dan kultur
masyarakat dalam berkomunikasi dan mengonsumsi berita. Kehadiran media sosial
inilah yang mengubah informasi menjadi lebih personal.
Media sosial
adalah bentuk nyata demokratisasi dalam arti yang nyata. Di era media sosial
ini audiens menjelma menjadi pengguna, dari media menjadi isi, dari monomedia
menjadi multimedia, dari periodikal menjadi real time dari kelangkaan
informasi menjadi keberlimpahan. Adanya media
sosial menjadi alat instrumen baru untuk membangun demokrasi partisipatif
secara alamiah. Karena dengan berkembangnya teknologi memudahkan komunikasi
berkembang menjadi berbagai bentuk termasuk melalui media sosial. Dengan penggunaan
media sosial ini menjadi sarana baru dalam membangun demokrasi.
Hadirnya media
sosial tidak dapat dipandang sebelah mata karena dampaknya benar-benar dapat
kita rasakan secara personal. Ketergantungan dibentuk media sosial karena
menjembatani cara berkomunikasi manusia yang terbatas. Hadirnya media sosial
pada sisi ini membantu kehidupan manusia dalam hal menyederhanakan cara
berhubungan dengan orang lain. Namun, seperti pedang bermata dua, kehadiran
media sosial sangat tergantung di tangan penggunanya.
Di tahun
politik 2018-2019 media sosial mempunyai peran yang amat strategis. Bagaimana
tidak, Sejak Pemilu 2014 media sosial dipandang menjadi alat yang efektif untuk
berkampanye, beradu gagasan, termasuk menjatuhkan lawan yang berseberangan.
Tingkat penggunaan media sosial untuk tujuan itu kian meningkat setiap
tahunnya. hingga tahun 2019 ini, media sosial dijadikan sebagai media untuk
berpolitik.
Media sosial
yang hadir dengan segala kelebihan dan kekurangannya itu dimanfaatkan oleh
beberapa orang untuk kepentingan politik.
Di antara kelebihan media sosial adalah memiliki jangkauan yang sangat
luas, segmen pengguna cenderung beragam dan tidak membutuhkan event khusus
bagi pengguna untuk menikmati informasi yang disediakan. Akan tetapi, media
sosial juga mempunyai kelemahan, di antaranya informasi yang sudah disebarkan
tidak bisa diperbaiki/ ditarik kembali, pengguna yang tidak bertanggung jawab
dapat membuat akun palsu untuk menyebar berita bohong atau hoaks bahkan
digunakan untuk mengeksploitasi lawan politik dalam era pilkada dan pemilu.
Di tengah pertumbuhan media sosial yang semakin pesat, justru
menjadi akar masalah dari persoalan-persoalan yang terjadi akhir-akhir ini.
Yaitu mengenai persatuan bangsa. Mengapa? Karena melalui medsos banyak kalangan
yang menyalahgunakannya untuk menebar kebencian, hujatan, hasutan, informasi hoax,
serta paham radikal.
Kita sama-sama tahu bahwa fenomena hoax telah mencemari atau
menebar racun dalam demokrasi yang kita jalani saat ini. Hoaks di sini bukanlah merupakan bagian dari
demokrasi karena jika diteropong lewat pendekatan kebebasan memperoleh
informasi (freedom
of information), masyarakat perlu memiliki informasi yang lengkap
dan terbuka untuk mengambil keputusan dalam berbagai aspek kehidupannya. Apa yang akan terjadi jika informasi yang ingin dijadikan pegangan
ialah informasi yang tak akurat, sengaja dibuat-buat atau bahkan mengada-ngada?
Hoax ini racun bagi suatu kebebasan memperoleh informasi, sementara kita sering
mendengar bahwa kebebasan memperoleh informasi adalah oksigen bagi demokrasi.
Sungguh sangat disayangkan, Media sosial yang menjadi simbol
kebebasan masyarakat mengakses komunikasi dan informasi justru menjadi senjata
makan tuan bagi persatuan negeri. Kita dengan mudahnya dapat menjumpai
akun-akun yang menebar kebencian atas nama kelompok, golongan, agama, dan
perorangan yang beredar luas di media sosial. Hujatan dan hasutan yang
dilontarkan sangat mudah sekali memengaruhi setiap individu pengguna media
sosial. Ada yang menanggapi dengan sikap positif, namun tak sedikit yang ikut
terpancing dan bersikap negatif. Masalah yang ada di media sosial justru ikut
terbawa hingga ke dalam kehidupan masyarakat.
Kebebasan dalam sebuah negara demokrasi, bukanlah kebebasan yang
terjadi seperti saat ini. Di mana kita bebas melontarkan hujatan, celaan, atau
provokasi terhadap pihak lain. Kebebasan yang terjadi saat ini malah membuat
kita tidak mau diatur dan tunduk pada peraturan. Kebebasan yang ada tidak
menimbulkan rasa sadar diri akan persatuan bangsa, namun malah melahirkan sikap
fanatik yang sempit.
Kita tidak dapat menutup mata bahwa Internet dijdikan sebagai alat
dalam menyebarluaskan kebencian, hasutan dan radikaslime, khususnya media
sosial. Bukan hanya ketidakbijaksanaan individu yang menggunakan media sosial
secara salah, namun dengan jumlah pengguna Internet di Indonesia yang sangat
besar, pemerintah saat ini belum mendirikan badan keamanan siber nasional yang
bertugas menangkal berbagai pengaruh buruk yang menyusup melalui internet. Cyber
Patrol dan kinerja dari Kementrian Informasi dan Informatika dinilai sangat
kurang dalam mengawasi penggunaan Internet di Indonesia. Bukan hanya peran
pemerintah, tapi masyarakat juga berperan besar dalam menjaga persatuan negeri.
Jangan sampai kita terpecah hanya karena tidak bijaksana dan terhasut dalam
ber-sosial media.
Media sosial
sebagai produk perkembangan teknologi dan informasi tidak dapat kita hindari, menolak
media sosial sangat tidak dianjurkan. Namun, bisa saja negara kita menjadi
terpecah belah karena pemanfaatan media sosial yang tidak pada tempatnya. Maka
bijaklah dalam menggunakan media sosial dan manfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar